BROTOWALI DAN JAMBU BOL
Pencipta membekali ciptaan_Nya dengan potensi tak terpahami.
LINGKUNGAN


DAYA HIDUP BROTOWALI DAN POHON JAMBU BOL.
Br. B. Sukasta, MTB
Di kebun sekeliling tempat tinggalku tumbuh berbagai jenis tanaman. Sebagian dari tanaman sudah ada sebelum aku menempati rumah itu. Tanaman di lokasi itu makin banyak setelah aku tinggal di tempat itu. Aku memang suka menanam. Baik tanaman semusim, maupun tanaman keras. Tanaman semusim misalnya bermacam sayuran. Tanaman keras, seperti tanaman buah. Baik dalam pot (tabulampot); misalnya apel mini, miracle fruit, delima, anona. Sedangkan yang langsung di tanah; kelapa puyuh, kelapa gading, jambu, durian dan matoa. Berjenis tanaman obat juga aku tanam di bagian batas tanah. Tanaman obat itu ada yang merambat, contohnya brotowali. Dalam bahasa latin brotowali dinamai Tinospora cordifolia. Daunya berbentuk hati, seluruh batang yang merambat berbintil. Dari batang pokok, bercabang sesukanya, hingga dapat memenuhi pagar batas tanah. Pagar itu terlihat hijau dan enak dipandang.
Sulurnya menjalar ke mana saja ia mampu dan panjangnya tak terkira. Batangnya, yang rasanya sangat pahit itu, dipercaya dapat menjadi obat tradisional berbagai penyakit. Misalnya saja dapat menurunkan kadar gula darah, mencegah alergi kambuh, meredakan peradangan, meningkatkan daya tahan tubuh dan lain sebagainya. Mengapa demikian?. Menurut berbagai sumber, tanaman itu mengandung banyak senyawa fitokimia; alkaloid, flavon glikosida, triterpene, glikosida diterpene, lakton, lignan, flavonoid, dan nukleosida.
Salah satu batang dari tanaman itu menjangkau batang pohon jambu jamaika di dekatnya. Pada pohon jambu jamaika, cabang-cabangnya merajalela hingga memenuhi seluruh permukaan daun. Dengan dalih ingin menyelamatkan pohon jambul bol yang mulai berbunga itu, aku pangkas sulur utama yang merambati pohon jambu itu. Yang terjangkau tangan aku gunting sulurnya. Dengan hati-hati aku tarik potongan-potongan cabang sulur brotowali itu. Hingga pohon jambu itu bersih dan memperoleh sinar matahari penuh. Menurut teori, tanaman yang memperoleh penuh sinar matahari, tumbuh maksimal, buahnya banyak.
Seminggu setelah aku bersihkan, terpantau ada beberapa lembar daun yang nampak layu. Setelah diamati rupanya daun brotowali. Salah satu sulur dengan beberapa daun tertinggal. Sulur brotowali sepanjang kurang lebih satu meter, tersangkut di salah satu ranting pohon jambu. Aku berpikir bahwa tidak lama lagi sulur itu akan mati kering. Jadi dibiarkan saja. Perkiraanku meleset. Selang kurang lebih tiga minggu aku bersih-bersih di sekitar pohon jambu itu. Sebagian dari bunga-bunga jambu jamaika nampak telah berubah menjadi buah. Kecil-kecil memenuhi ranting-rantingnya. Tetapi daun layu tempo hari tidak terlihat lagi. Penasaran. Setelah sekian lama diamati, rupanya dari ujung batang brotowali yang sudah terpotong, tumbuh akar, menjuntai panjang dan menembus tanah. Batang dan daun brotowali itu segar kembali. Tumbuh tunas baru daun brotowali di sisi-sisi batangnya, di antara daun – daun lama yang gugur saat mengalami layu berkepanjangan.
“Aku merasa bersalah telah memotong batang brotowali itu, meskipun dengan dalih menyelamatkan pohon jambu. Perbuatanku telah mengakibatkan masa-masa berat yang harus dilalui oleh potongan batang brotowali untuk mempertahankan hidupnya”. Saat aku terhenyak oleh perasaanku itu, dengan lirih batang brotowali itu berbisik: ”Jangan risau teman, semua peristiwa, mau menunjukkan bahwa kekuasaan ‘Pencipta’ itu tanpa batas. ‘Kuasa_Nya’ di luar jangkauan pemahaman manusia”.
(“nar, 27032024, Patimura, Ptk, 11.38)

