MENGENAL DAN MEMAHAMI RUMAH BETANG
RUMAH PANJANG KALIMANTAN BARAT
ARTIKEL
MENGENAL DAN MEMAHAMI RUMAH BETANG.
(Br. B. Sukasta, MTB)
Di jln. Sultan Syahrir, Kotabaru Pontianak berdiri bangunan megah dengan ukuran yang tidak biasa. Panjang 138 m, tinggi lantai 7 m di atas permukaan tanah. Untuk masuk ke rumah ini harus menaiki tangga yang dibuat dari kayu bulat dengan pahatan/anak tangga (tataran) untuk meletakkan telapak kaki setinggi 10 m dengan kemiringan kl. 30 derajat.
Rumah besar ini dinamakan “Rumah Radakng”. Replika “Rumah Panjang” suku Dayak di Kalimantan Barat. Rumah yang menjadi ikon baru kota Pontianak menyusul Tugu Khatulistiwa yang memang sudah terkenal sejak jaman sebelum merdeka. Rumah yang diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat pada tanggal 02 Juli 2013 ini diintensikan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya Dayak.
“Rumah Panjang” atau biasa disebut “Rumah Betang”; “Rumah Radakng” asli masih terdapat di daerah pedalaman jauh dari kota Pontianak.
Rumah Betang adalah rumah khas di Kalimantan, merupakan Rumah Adat suku Dayak.
Di Kalimantan Barat Rumah Betang asli terdapat di Putussibau, Kabupaten Kapus Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. Rumah ini langka, unik. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Kalimantan Barat, menetapkan Rumah Betang sebagai cagar Budaya.
Sedikitnya ada lima unit rumah betang yang merupakan cagar budaya; Rumah Betang Uluk Palin di dusun Sunge Uluk Apalin, Rumah Betang Melapi, Rumah Betang Semangkok di Kecamatan Kedamin, Rumah Betang Sunge Utik, Rumah Betang di Bukung. Semuanya di daerah Putussibau. Selain itu Kabupaten Landak memiliki satu Rumah Radakng (Rumah Betang) di dusun Saham, Pahauman.
Ciri-ciri Rumah Betang, berbentuk panggung, dan memanjang. Terbuat dari kayu; tiang, lantai, dinding, tangga termasuk atapnya dari kayu ulin atau kayu belian; kayu super keras dan tahan ratusan tahun. Tiang dari kayu ulin bulat utuh ditancapkan dalam tanah. Bagian yang tertanam dalam tanah itu panjang, jadi kalau mau dicabut lagi susah. Kalau ada keinginan untuk memindahkan “Rumah Betang” tiangnya harus di potong. Diameter tiang ada yang sampai lima puluh sentimeter lebih. Tinggi Rumah Betang asli dari permukaan tanah berkisar antara 3 (tiga) sampai 8 (delapan) meter, ada yang lebih. Panjang “Rumah Betang” antara 30 (tiga puuh) sampai 150 (seratus lima puluh) meter. Ada yang lebih. Dihuni oleh antara 25 KK sampai 125 KK (Kepala Keluarga)
(Keterangan: Rumah Betang Uluk Palin sebelum terbakar pada Sabtu, 13 September 2014 dihuni lebih dari 500 jiwa kurang lebih ada 130 an KK )
Setiap Rumah Betang memiliki ciri khusus sesuai dengan Keuarga Sub Suku yang menempatinya.
Catatan: Menurut J.U Lontaan, 1975, kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang jumlahnya k.l. 405 sub suku, dengan bahasa berbeda, tetapi ada kemiripan budaya, adat istiadat.
“Rumah Betang” dibagi dalam beberapa ruang; Ruang pusat, tempat kegiatan sosial masyarakat, ruang terbuka/los; Ruang dapur di bagian belakang menghadap aliran sungai. Serambi, suatu ruang bagian luar sebelum masuk pintu, jumlahnya sebanyak jumlah kepala keluarga; Pante adalah sejenis halaman berlantai tempat menjemur pakaian, hasil bumi, digunakan juga untuk upacara-upacara adat; Ruang keluarga untuk masing-masing keluarga warga “rumah betang”. Tangga untuk akses jalan ke lantai atas, pada umumnya berjumlah minimal 3 (tiga) buah, atau lebih asal ganjil. Semakin besar dan panjang “rumah betang” maka tangga semakin banyak. Tangga-tangga terletak di ujung kiri dan ujung sebelah kanan dan di bagian depan.
Rumah Betang Sungai Utik.
Rumah Betang sungai Utik terletak Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapus Hulu. Dari kota Putussibau kurang lebih dua jam dengan sepeda motor. Hutan di sekitar Rumah Betang tidak dirusak, terjaga dengan sangat baik. Tokoh adat bersama masryarakatnya setia menjaga kelestarian hutan lindung di wilayahnya; flora dan faunanya dipertahankan. Keadaan itu ditengarai dengan aliran air di sungai terlihat jernih. Musim kemarau tidak kering. Pak Janggut - demikian panggilan tokoh adat di Rumah Betang ini – menuturkan bahwa telah beberapa kali datang orang dari luar Indonesia (daerah ini bebrbatasan dengan Serawak) ingin memanfaatkan hutan di wilayahnya untuk hutan industri dengan imbalan yang tidak sedikit, namun ia lebih memilih untuk tetap mempertahankan keaslian hutan, demi generasi yang akan datang.
Dari proses kehidupan Rumah Betang; kebersamaan, tanggung jawab bersama, saling memperhatikan antar sesama, hubungan manusia dengan alam, musyawarah, saling belajar, saling menjaga, menghargai, menghormati, berbagi, perlu dijaga dan diperjuangkan bersama bagi kelestarian hidup bersama.
Rumah Betang merupakan pusat kebudayaan suku Dayak, karena di Rumah Betang itulah seluruh kegiatan dan segala proses kehidupan berjalan dari masa ke masa, turun temurun.
Nilai – nilai luhur sebagai warisan nenek moyang itu mungkin dapat dikembangkan di asrama-asrama yang di tangani para bruder. Modal maju bersama.
Maju bersama itu perlu mengenal siapa sesamanya, sedangkan proses “mengenal” dibutuhkan keberanian dan kemauan untuk belajar ( bergaul, membaca, “kuliah” atau “duduk bersama”). Itu yang terlintas dalam pikiran saat berkesempatan jalan-jalan.
Mengacu lagunya Gombloh : “Di Angan-angan”. E.....suatu hari ....di angan-angan. E..... tak habis pikir.....di angan...angan.
Mengenai angan – angan, Proklamator Kemerdekaan RI, Ir Sukarno menasehati “Gantungkan angan-anganmu ( cita – cita ) setinggi bintang di langit”.
Siapa tahu sebuah perjalanan/peziarahan memiliki nilai yang bermakna.
Siantan Pontianak, 25112017
“Hari Guru Nasional ke 72”
“Nar, 18032024, ulang Patimura Ptk