MENYONGSONG MASA TUA YANG MEMBAHAGIAKAN BAGIAN KE 3

TANTANGAN MASA PENSIUN DAN TENTANG PENSIUN

ARTIKEL

BR. B. SUKASTA, MTB

6/6/2024

MENYONGSONG MASA TUA YANG MEMBAHAGIAKAN

BAGIAN 3

BR. B. SUKASTA, MTB

TANTANGAN AWAL MASA PENSIUN

Menurut pendapat saya pribadi, bahwa tantangan hidup kaum religius - dalam hal ini tantangan perorang – tidak seberat tantangan hidup bagi mereka yang dipanggil untuk hidup berkeluarga. Secara garis besar bahwa setiap kebutuhan dan keperluan pribadi kaum religius menjadi tanggung jawab kongregasinya atau tarekatnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dalam aturan kaum religius, tidak ada hak milik untuk perorangan. Tidak ada fasilitas khusus, semua tergantung dari kebutuhan. Keperluan dan kebutuhan pribadi dikomunikasikan dengan dewannya. Apabila menunjang perkembangan hidup, baik jasmani maupun rohani, pimpinan akan mempertibangkannya. Dewan pimpinan akan memutuskan dikabulkan atau ditunda. Penundaan atau penolakan - jika itu terjadi - harus dilaksanakan oleh yang bersangkutan, agar cara hidupnya tidak menyimpang dari statuta, konstitusi dan anggaran dasar yang menjadi pedoman hidup tarekat. Artinya setiap pribadi harus melaksanakannya. Pada dasarnya kaum religius; biarawan/biarawati hidup sesuai dan dalam janjinya pada kaul yang diucapkannya, yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Kaul diucapkan dihadapan Pemimpin umum, disaksikan oleh otoritas Gereja dan umat. Panggilan hidup ini, mewajibkan setiap anggotanya untuk hidup wadat; hidup tidak berkeluarga (salah satu poin dalam janji ‘kemurnian’), taat kepada pimpinan dan ajaran-ajaran Gereja secara menyeluruh

( ketaatan ) dan hidup miskin; tidak memiliki hak milik, berpikiran jernih, menerima diri apa adanya dan mengakui kebesaran Tuhan, mendasarkan kehidupannya pada penyelenggaraan ilahi ( kemiskinan ). Masuk akal bahwa masa persiapannya juga cukup lama. Untuk tarekat saya, minimal enam tahun. Maksimal waktu persiapan 8 tahun. Pada setiap periode persiapan sampai pada tahap akhir masa persiapan, Dewan Pimpinan menyarankan atau memberikan kebebasan penuh untuk terus atau harus mengundurkan diri. Masalah-masalah, pendidikan, studi lanjut, keuangan, makanan dan sandang serta keperluan sesuai dengan kebutuhan, menjadi tanggung jawab kongregasi.

Pada minggu-minggu pertama saya pensiun; dalam arti tidak menjadi orang yang terikat lagi pada peraturan dan ketentuan sebuah lembaga, saya merasa canggung, seperti ada sesuatu yang hilang, merasa tidak berharga lagi, kesepian, badan terasa sakit-sakitan. Itulah perasaan yang menyertai kehidupan awal masa pensiun. Istilah pensiun bagi biarawan atau biarawati seperti saya, sebenarnya tidak berlaku. Karena banyak pekerjaan yang dapat dilakukan di komunitasnya. Sering pula, misalnya saja, masih dimintai tolong, atau saran untuk hal-hal yang bersangkut paut dengan pekerjaan lembaga. Namun perasaan – perasaan seperti saya sebutkan di depan kadang muncul dengan sendirinya.

BERSAMBUNG KE BAGIAN 4